Friday, May 22, 2009

Suratan Menentukan Segalanya_SMS 8


Petang yang mengasyikkan itu seolah-olah mampu menghilangkan kesakitan yang Putri alami. Percutian selama seminggu yang diambilnya diisi dan dihargai dengan mengamati sepenuhnya keindahan alam yang sungguh mententeramkan jiwa. Pantai yang indah itu membuatkan berat hatinya untuk pulang ke tempat kerja. Namun begitu, rajuknya pada Hakim masih tidak surut lagi.

"Putri, Hakim minta maaf sangat because last minute bos baru informkan yang Hakim kena ganti tempat Dato' Arshad untuk tugas baru tu."

"Hakim duduklah dekat sana selama mana yang Hakim nak. Putri dah malas nak menaruh harapan tinggi. Benarlah kata orang. Penantian itu satu peneyeksaan. Putri tak kisahlah Hakim. Tiada paksaan dalam hubungan kita ni. Just want to let you know that I'll be right here waiting for you."

"I'm so sorry sayang."Hakim meraih kemaafan dari tunang yang tersayang.

"It's okay. Don't worry. Enjoy your work okay."

"I'll back soon."

"Assalammualaikum.."seraya itu panggilan diputuskan. Putri sangat sedih ketika itu. Hati yang berkobar-kobar hendak menjemput kepulangan Hakim dari Dubai hari itu hancur musnah sebaik saja mendapat panggilan dari Hakim yang terpaksa memanjangkan tempoh bertugasnya di sana.

Air matanya gugur lagi ke bumi. Entah untuk yang keberapa kalinya. Baru teringat pada Siti Salima, kakak angkatnya yang dikenalinya beberapa minggu yang lalu. Hubungan mereka semakin akrab sebaik sahaja Putri dapat merasakan keserasian dirinya dengan Siti Salima. Masalah yang dihadapi dikongsi bersamanya. Telefon bimbit dikeluarkan segera nombor telefon Siti Salima dihubungi. Semakin rancak perbualan mereka di corong telefon.

"Akak nasihatkan Putri berterus-terang pada tunang Putri. Seandainya dia betul-betul menyayangi Putri, dia pasti akan menerima Putri dalam apa jua keadaan sekalipun."

"Tapi Putri takut kak."

"Putri, apa yang perlu Putri takutkan? Jodoh kita semuakan ditentukan olehNya. Sekiranya ada jodoh di antara Putri dengan Hakim, ianya takkan ke mana. Semakin lama Putri rahsiakan, takut nanti Hakim merasakan dirinya tak diperlukan. Apa gunanya dia menjadi tunang Putri tetapi tidak bersama-sama Putri di saat Putri tengah berperang dengan penderitaan ini? Putri, percayalah yang Hakim akan menjaga Putri dengan sebaik-baiknya. Satu lagi, terus-terang pada keluarga Putri."

"Dia tak marah ke kalau Putri bagitahu sekarang? Putri dah mengidap penyakit ni sebelum kami bertunang lagi kak. Pasal family Putri tu, Putri dah bagitahu kak Norlin pada hari pertunangan Putri. Dia yang banyak bagi semangat pada Putri tapi Putri tak bagi dia bagitahu pada ahli family yang lain. Putri tak bersedia lagi kak."

"Hakim seharusnya bijak membuat keputusan. Tentu dia tahu kenapa dan mengapa Putri merahsiakan dari pengetahuannya. Merahsiakan dari keluarga bukan tindakan yang baik Putri. Sepatutnya, semua mereka perlu tahu akan penyakit Putri ni. Putri, mengharung keperitan seorang diri ni tidak sama rasanya bila kita di kelilingi orang yang memberi semangat pada kita. Akak merayu pada Putri, jangan rahsiakan lagi penyakit Putri ni dari pengetahuan mereka lebih-lebih Hakim. Akak taknak apa yang adik akak alami akan Putri rasai jua. Please...."Siti Salima merayu pada Putri untuk kesekian kalinya.

"Sekarang dia dekat Dubai lagi kak."

"Kalau tak nak call, Putri hantar e-mail je. Akak doakan semua kebaikan berpihak di sebelah Putri. Satu lagi, jangan lupa doa. Itu yang penting. Akak sentiasa memberi semangat pada Putri."

"Okaylah kak. Putri akan fikirkan balik."

"Ermm. Akak pun nak mandikan Raisya ni."

"Terima kasih kak atas semua nasihat akak. Assalamualaikum kak."

Tidak terdetik sedikitpun di hatinya menyesal mengenali wanita itu. Sungguh banyak kata-kata nasihat yang dititipkan pada Putri. Mungkin pengalaman yang mengajar Siti Salima untuk menjadi lebih dewasa dalam berkata-kata. Tambahan lagi, situasi yang dialami Putri tidak ubah seperti situasi yang dihadapi arwah adiknya.

Pemandangan matahari terbenam petang itu sungguh indah sekali. Azan yang berkumandang seolah-olah memberi isyarat kepada Putri untuk pulang ke chalet dengan segera. Laju sahaja kakinya melangkah menuju ke chalet.

Usai menunaikan solat Isyak dan rutin hariannya, membaca Al-Quran, Putri mengambil laptopnya. Setelah broadband disambungkan, dengan pantas jari-jemarinya mengarang e-mail untuk Hakim. Dia bertekad untuk berterus-terang pada Hakim. Baginya, semakin lama dia memendam keseorangan, semakin sakit rasanya untuk berahsia. Dalam kegusaran hatinya, Putri terus-terusan juga mengarang e-mail dengan kata-kata yang seindah mungkin. Dengan lafaz bismilahirrahmanirrahim, terus butang send diklik. E-mail yang seterusnya diedit-edit dan terus dihantar ke alamat e-mail ayah, Kak Norlin, Afiqah dan yang paling dirinduinya saat itu, Aliza. Selesai sahaja urusan itu, Putri melabuhkan diri di atas tilam yang tidak berapa empuk tetapi cukup sekadar untuk menampung dirinya yang semakin susut itu. Mudah benar dirinya terlena malam itu.

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger